Marusya

Akhirnya bisa juga berjumpa dengan Marusya Nainggolan. “Gue sudah sering ke sini, lho. Coba tanya tuh ke kasir. Iya kan Mas, saya sering ke sini?” Marusya dengan gaya santainya yang khas langsung bercerita tentang apa yang habis dimakan siang itu di @kedaitjikini: sayur bening bayam dengan lauk tahu-tempe dan ayam goreng. “Sambal kecombrangnya tadi gue minta tambah.”

Usye, nama panggilan Marusya, sebenarnya begitu akrab dengan kawasan Cikini. Dulu ia tinggal di gedung tua Asrama Wanita Kristen Indonesia di jl Menteng Raya (gedung antik itu sudah dibongkar dan kini dibangun duplikatnya). “Gue nggak tahu ke mana perginya piano dan lemari-lemari jati di sana,” katanya mengenang. Cikini juga mengingatkan kampusnya dulu, LPKJ (kini IKJ), tempat ia menempuh pendidikan musik dan menjadi lulusan pertama Departemen Musik, ia satu-satunya yang lulus dari jurusan ‘performing art’. Orang seangkatannya akan ingat resital pianonya di Teater Tertutup TIM yang sekaligus ujian akhir, di mana di baris depan terdapat sederet dosen penguji yang ‘angker’: Sutarno Sutikno, Rudy Laban, Iravati Sudiarso. Belum lagi dosen dari jurusan teater, sinema, tari. Tumplek di situ. Dari D. Djajakusuma, Sumardjono, Yulianti Parani, sampai Sutomo Gandasubrata. Di antara penonton waktu itu ada Farida Oetojo yang pebalet, S. Prinka yang desainer grafis, sampai Adhi Mursid yang arsitek. Hartanto dari jurusan sinema, mendokumentasikan dalam bentuk film.

Sesudah di tahun 1979 lulus ujian di LPKJ, ia mendapat beasiswa dari Australian Department of Foreign Affairs untuk studi di bidang piano pada Sonya Hanke, komponis Ann Boyd, Dr. Graham Hair, dan analisa pada Dr. J.O’Brian di New South Wales State Conservatorium of Music di Sidney. Lalu sejak 1987 selama dua tahun ia juga mendapat beasiswa dari Yayasan Fullbright untuk memperdalam bidang komposisi di Boston University, AS. Musik memang sudah jadi bagian hidupnya. Sejak usia 4 tahun, ia sudah belajar main piano dengan bimbingan ayahnya sendiri, Sutan Kalimuda Nainggolan; seorang guru musik. Dan bersama ayahnya itu, pada usia 8 tahun, ia tampil dalam resital piano dan biola. Lalu dua tahun kemudian belajar formal piano di Yayasan Pendidikan Musik (YPM) asuhan Rudy Laban. “Gue dari Bogor ke Manggarai (tempat sekolah YPM), naik bus dan oplet,” katanya.

Mendapat beberapa penghargaan, di antaranya yang saya ingat untuk ilustrasi muik pada film “Opera Jskarta”, di samping mengajar di IKJ, Usye masih terus bermain piano di sejumlah tempat. Selain itu, tetap hobi belajar! Ia sedang merampungkan sekolah S3-nya di FIB Universtas Indonesia, jurusan ‘cultural studies’, dengan meneliti komposisi Roro Jograng, ciptaan Tri Suci Kamal. Semoga cepat rampung!

Foto: Enrico Nirwan Kesuma

Leave a Reply

Close Menu