Jalan Cikini Raya pada trotoar yang baru jadi, siang ini (Sabtu, 14 Sept) di tepi Menteng Huis atau di seberang Kedai Tjikini yang trotoarnya masih berantakan… Matahari seperti membakar ubun-ubun.
Pukul 12 siang lebih, Masbro. Debu berterbangan. Klakson seolah bersahutan. Lalu lintas tersendat. Dan orang menanam pohon di tepi jalan.
Sepasukan regu penanam pohon, beranggotakan 16 orang, menanam pohon pelindung di spasi tepi trotoar. Tanah merah diurug di celah itu, sesudah diberi pupuk kandang, pada galian sekitar 30cm. Batang pohon dimasukkan. Lalu ada mobil tangki air, menyirami melalui selang. Pokok2 bambu yang telah dipotong sepinggang orang dewasa, ditubles ke tanah, dipukul dengan martil besar. Tok.. tok.. tok… Lalu batang pohon diikat dengan tali rafia pada bambu itu, sebagai penguat pohon dari terpaan angin. Tidakkah kau lihat di bawah tanah merah itu ada aspal tebal? Tidakkah kau hitung seberapa pantasnya jarak antarpohon itu kau tanam?
Hai, pohon, bersabarlah, kemarau mungkin masih panjang. Selalu ada harapan untuk tunas baru, tumbuh di tepi trotoar, di jalan Cikini Raya, meneduhkan yang berjalan dari panas cuaca. Juga mungkin dari panasnya hati….